Senin, 26 Januari 2009

CARA HEMAT BBM VIA MANAGENET ENGINE

Naiknya kembali harga bahan bakar minyak (BBM), bikin orang mesti susun strategi buat penghematannya. Sebagian memilih mengganti moda transportasi, dari mobil ke sepeda motor.

Dan sebagian lainnya coba menyiasatinya dengan menghemat konsumsi bahan bakar kendaraannya. Ada banyak strategi yang bisa diambil. Salah satu yang jamak ditemui di bursa otomotif, adalah tersedianya berbagai produk penghemat BBM. Secara umum ada tiga tipe alat penghemat bahan bakar, yaitu obat peningkat oktan (octane booster), katalisator dan induksi udara.

Penghemat bahan bakar jenis pertama, terdiri dari dua jenis yaitu cairan dan pil atau tablet. Walaupun berbeda wujud, cara pakainya tetap sama. Karena hanya tinggal mencampurkannya dengan bahan bakar yang ada di tangki. Tentu saja dengan menilik takaran yang direkomendasikan pembuatnya. Penghemat katalisator bekerja mengandalkan magnet, yang mengubah susunan molekul bahan bakar agar bisa terbakar dengan lebih sempurna. Klaim yang umum, katalisator membuat molekul bensin jadi lebih rapat, teratur dan rapi, sehingga pembakarannya jadi lebih bagus.



Terakhir, penghemat BBM jenis induksi udara. Cara kerja alat ini untuk menghemat bahan bakar, yaitu dengan menyalurkan sekaligus menambah pasokan udara untuk mesin. Biasanya diletakkan pada intake atau sesudah air filter. Tujuannya, agar pembakaran jadi lebih optimal, yang otomatis menghasilkan tenaga yang lebih besar.

Tapi sebenarnya ada satu solusi alternatif, yang efeknya bisa langsung terasa pada kinerja komponen mesin kamu, yaitu via modifikasi engine management. Di sini terdapat 3 alternatif untuk melakukan ECU tuning atau modifikasi komputer mobil.

Pertama, reprogramming, yaitu memprogram ulang atau mengganti program ECU standar. Kedua, instalasi piggyback. Ketiga, mengganti ECU standar dengan stand-alone engine management system.

Pilihan stand-alone engine management bisa langsung dihapus dari dari daftar alternatif. Pertama karena harganya terlalu mahal, misalnya stand-alone engine management lansiran MoTeC rata-rata dilepas Rp 20-30 juta. Sedang Haltech kena di Rp 15-20 juta. "Kalau mobil standar buat apa pakai stand-alone. Mubazir. Terlalu banyak fitur stand-alone yang enggak dipakai. Lagian stand-alone itu dipakai buat mobil yang sudah dimodifikasi gila-gilaan yang datanya sudah tidak bisa dibaca lagi oleh komputer standar," tukas Carmen dari Autotech, Sunter, Jakarta Utara.

Maka opsi yang memungkinkan pun hanya tinggal menyisakan 2 variabel. Yaitu reprogramming dan piggyback. Reprogramming sendiri adalah mengganti atau memprogram ulang ‘peta' bahan bakar dan waktu pengapian bawaan ECU standar.

Secara umum, prosesnya hanya menyempurnakan ‘peta' ECU standar yang belum optimal, dengan terpenuhinya kebutuhan bahan bakar dan pengapian yang tepat di setiap putaran mesin. Alhasil opsi ini pun jadi lebih sulit dijabani. Soalnya, sang tuner harus punya software khusus untuk membaca, merubah atau bahkan mengganti peta bahan bakar standar. Celakanya, ini enggak mudah. Karena biasanya pihak pabrikan membekali ECU dengan memproteksi saluran untuk mengubah atau mengganti 'peta' bahan bakar tersebut. Karena itulah opsi piggyback jadi lebih populer disini. Soalnya, langkah tersebut tidak mengubah atau mengganti program ECU dari pabrik, tapi hanya memanipulasi sinyal yang bakal diterima ECU. Lagi pula, biaya yang dikeluarkan buat pasang piggyback relatif lebih terjangkau, antara Rp 4-6 juta.

Ini yang penting! Piggyback adalah perangkat elektronik tambahan di ECU, yang berfungsi mencegat dan memanipulasi sinyal dari sensor-sensor yang tersebar di mesin buat tujuan tertentu. Dengan kata lain, alat ini bertugas memanipulasi atau menipu ECU standar.

"Melalui piggyback, kita bisa mengatur pasokan bahan bakar dan waktu pengapian yang dibutuhkan mesin agar optimal," jelas M. Soleh Yusuf dari Sigma Speed, Kuningan, Jakarta Pusat. Memang piggyback itu kondang di dunia balap, karena di sana pengaplikasian peranti ini jadi menu wajib. Pasalnya, modifikasi atau pergantian komponen mesin seperti porting, peningkatan kompresi, upgrade air-intake atau aplikasi exhaust free-flow, menyebabkan berubahnya kebutuhan akan bahan bakar dan waktu pengapian optimal yang dibutuhkan mesin.

Maka untuk menyetelnya, digunakanlah piggyback. Namun bukan lantas mobil harian yang masih perawan pun enggak pantas pakai piggyback. Peranti ini malah bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan tenaga sekaligus mengoptimalkan konsumsi bahan bakar. Soalnya, seringkali fuel rate mobil standar itu tidak optimal, ada yang berlebihan (rich) di putaran tertentu dan ada yang kurang (lean) di titik lain.

"Hal ini biasanya disengaja oleh pabrikan atas dasar safety dan memperpanjang usia pakai mesin," tukas Soleh lagi. Penjelasan lebih lanjutnya seperti ini. Misalnya pada saat idle atau statisioner (putaran mesin 1.000-1.500 rpm), pabrikan memberi fuel rate 60 poin. Padahal kebutuhan optimum bahan bakar di putaran itu 40 poin, artinya ada kelebihan pasokan bahan bakar 20 poin.

Nah, dengan piggyback, kebutuhan bahan diubah jadi 40 poin saja alias sesuai dengan kebutuhannya. Perubahan ini membuat kamu menghemat BBM sebanyak 20 poin. Itu baru optimalisasi pada waktu mesin diam. Pengoptimalan fuel rate ini bisa dilakukan di semua putaran mesin sampai batas puncak putaran mesin yang bisa dihasilkan mesin. Hitungan kasarnya begini. Misalnya mobil elu itu putaran maksimumnya 6.000 rpm dan setiap 500 rpm bisa dihemat 20 poin saja maka total elu bisa menghemat bahan bakar sebanyak 240 poin.

Selain itu, untuk mendapatkan hasil yang optimal, biasanya dihitung dari high speed lambda yang diperoleh dari gas hasil pembuangan knalpot. "Kalau asumsi bahan bakarnya bagus, biasanya buat mobil harian ada di angka 12,8-13,8," jelas Theodorus Suryajaya dari Rev Engineering (Kedoya, Jakarta Barat). Rentang angka seperti itu, merupakan titik aman penghematan pemakaian bahan bakar dari penggunaan piggyback.

Tapi jangan lupa, kondisi itu didapat ketika mesin full throttle atau gas pool. "Kalau kondisi cruising, diset di angka 14,7-15,1," sambung Teddy panggilan Theodorus. Oh ya, rentang angka-angka tersebut tidak mutlak untuk semua mobil. Sebab sangat tergantung dengan desain linear mesin dan tenaga yang dihasilkannya. "Paling tepat kita cari posisi yang enggak ngelitik," imbuh Teddy.

Begitu pula dengan mesin turbo, yang diset AFR-nya di kisaran angka 10,8-11,kecil, dengan boost 1 bar, tapi kalo boostnya di bawah itu, angkanya 12,3-12,5," kata Teddy lagi. Maka tercapainya fuel rate dan waktu pengapian yang tepat di setiap putaran mesin akan berujung pada satu hal, yaitu tenaga yang optimal dan efisiensi bahan bakar. Ini merupakan hasil ideal yang diidam-idamkan semua pemilik mobil. Bertenaga dan irit BBM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar