Dampak dari keterlambatan pembagian konversi minyak tanah (mitan) ke gas elpiji di Jombang, menjadikan masyarakat beralih ke penggunaan bahan bakar alternatif lain yang dipandang sangat efisien dan ekonomis. Keragu-raguan pihak Pemkab setempat itulah yang melatar belakangi peralihan penggunaan bahan bakar tersebut. Akibatnya, mereka (masyarakat, red.) mulai krisis kepercayaan kepada pemkab Jombang.
Hal tersebut dibuktikan oleh masyarakat dengan tidak lagi menggunakan bahan bakar mitan ataupun gas elpiji. Kini, mereka memilih menggunakan ‘tungku lapindo’. Mereka menyebutnya ‘tungku lapindo’ karena bentuk dasarnya menyerupai tungku dan menggunakan bahan bakar limbah lumpur lapindo yang telah kering dan dihaluskan hingga menjadi serbuk.
Dalam penggunaannya sangat mudah dan efisien, serbuk halus bekas lumpur lapindo itu hanya cukup dicampur dengan sebatang kayu yang selanjutnya dinyalakan. Dengan sendirinya, bahan bakar serbuk halus lumpur lapindo itupun juga terbakar. Menurut keterangan Supiyah, warga Desa Mojongapit, Kecamatan Jombang, ‘tungku lapindo’ ini bisa menghemat pengeluaran. Satu ‘tungku lapindo’ hanya dihargai Rp. 27 ribu plus bahan bakarnya, sedangkan bahan bakar serbuk lumpur itu sendiri bisa tahan hingga 3 bulan.
“Biasanya kalau masak, saya menggunakan kayu bakar hingga 2 sampai 3 ikat. Tapi dengan menggunakan tungku ini hanya cukup menggunakan 1 ikat kayu bakar per harinya. Harga kayu bakar per ikatnya Rp. 2.300, jadi bisa hemat 50 %,” ujarnya kepada Dekrit.com.
Dikonfirmasi secara terpisah, wakil Bupati Jombang, Widjono Soeparno, menanggapi keterlambatan konversi mitan ke gas elpiji yang membuat masyarakat beralih ke bahan bakar alternatif, seperti ‘tungku lapindo’, dirinya tidak menyalahkan apa yang telah dilakukan oleh masyarakat. Sebab, mereka dapat meminimalisir sendiri tentang perekonomiannya.
Namun, Lanjut Widjono, pihak Pemkab Jombang masih menunggu data-data dari surveyer masing-masing di Kecamatan se-Kabupaten Jombang.
“Semuanya data-datanya hingga kini belum saya terima dan belum ada yang masuk, jadi jika masyarakat memilih menggunakan bahan bakar alternatif, ya, terserah mereka,” katanya singkat. (Zainul Arifin)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar